Perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi telah membawa perubahan besar terhadap prilaku sosial masyarakat. Pesatnya perkembangan teknologi tidak hanya berdampak pada masyarakat yang dibatasi oleh batas-batas wilayah seperti negara, tapi jauh menembus batas regional bahkan global. Lahirnya penemuan-penemuan baru di bidang teknologi informasi membawa dampak yang sangat massif sebagai akibat dari pemanfaatan teknologi informasi.
Pesatnya perkembangan teknologi informasi ini, telah mengubah pola sosial dan tatanan-tatanan sosial lama. Perubahan ini ditandai dengan berubahnya pola interaksi, gaya hidup, prilaku, cara pandang, cara hidup dan orientasi sosial. Perubahan sosial sebagai dampak dari revolusi teknologi informasi sebetulnya bukan fenomena atau temuan baru secara konsep teori keilmuan. Hal tersebut sudah di analisa oleh Veblen dalam Perpektif materialistis. Pendekatan yang dirumuskan oleh Veblen ini, merujuk atau dipengaruhi oleh pandangan Marx, Marx mengatakan, “pandangan materialistis terhadap mekanisme perubahan kincir angin melahirkan masyarakat yang feodal. Mesin uap melahirkan masyarakat Kapitalis Industri”. Sedangkan Veblen menjelaskan “teknologi mempengaruhi pikiran dan prilaku manusia, prilaku manusia dibentuk oleh cara manusia memperoleh dan mempertahankan kehidupan. Yaitu dengan teknologi”
Pandangan marx ini memang merujuk pada latar revolusi industri yang kemudian menurut Marx akan melahirkan pola sosial baru yang disebut masyarakat kapitalis, dimana klasifikasi kelas Borjuis dan kelas buruh menjadi strata baru dalam membagi kelas-kelas sosial. Perpektif Materialistis yang dikemukaan oleh Veblen cukup mewakili sebagai landasan teori fenomena kekinian mengenai perubahan sosial sebagai dampak revolusi teknologi informasi. Kemudian bila melihat apa yang di kemukakan oleh Marx dan Veblen, apakah kemudian pendekatan Ideologi sebagai kendaraan dalam merubah pola sosial menjadi usang dan sudah terbantahkan?.
Kita lihat Perspektif Ideologi sebagai landasan dalam melakukan perubahan sosial. Perspektif ini menjelaskan bahwa kekuatan pendorong mempengaruhi perubahan dari satu keadaan sosial ke keadaan sosial yang lain dimana ide, ideologi atau nilai akan mempengaruhi pola atau tatanan sosial lama. Perspektif ini kemudian di konfrontir dengan Perspektif Materalistis yang kemudian menghasilkan jalan tengah, dimana memperhitungkan faktor material sebagai bagian dari perubahan sosial.
Tapi pertanyaannya adalah, dari dua pendekatan tersebut (Perspektif materialistis dan Perspektif Idealis), manakah yang lebih relevan guna menjawab fenomena yang terjadi dalam konteks kekinian?
Sebagai landasan historis, masyarakat di kelompokan pada masa-masa tertentu, yaitu Masa Berburu/Pengumpul, Masa Pertanian/tradisional, dan Masa Industri. Tapi klasifikasi tersebut berubah dengan karakteristik kekinian yang lebih relevan merujuk pada perubahan-perubahan sosial baru. Pengklasifikasian baru ini dikemukakan oleh Bell (1973), dimana masyarakat dikelompokan menjadi tiga kelompok, Masyarakat Agraris, Masyarakat Industri dan Masyarakat Pasca Industri (Post Industri).
Masyarakat Post Industri bisa dikatakan sebagai masyarakat dengan pola dan tatanan sosial baru sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang sudah mencapai klimaksnya, yang akhirnya melahirkan masyarakat baru sebagai Masyarakat Pasca Industri. Masyarakat Pasca Industri ini ditandai dengan perkembangan atau revolusi industri yang melahirkan penemuan-penemuan baru dibidang teknologi informasi, maka dari itu masyarakat Pasca Industri ini sering dikatakan sebagai Masyarakat Informasi Pasca Industri.
Ciri-ciri perubahan sosial sebagai akibat dari revolusi teknologi informasi ini, dirasakan sangat tidak terbatas pada batas-batas teritorial tertentu, tetapi dampaknya sangat mengglobal. Ini mengakibatkan berubahnya pola-pola interaksi yang tidak dibatasi lagi oleh jarak dan waktu. Internet dan Telepon genggam sebagai salah satu penemuan cemerlang dibidang teknologi informasi, telah merubah pola-pola sosial lama seperti pandanga dalam berinteraksi atau berwawasan, prilaku sosial, gaya hidup atau pandangan hidup.
Dalam pandangan global, orang kemudian tidak lagi dibatasi akan ilmu-ilmu, pengetahuan-pengetahuan wawasan-wawasan, informasi-informasi dalam skala lokal, tetapi orang dituntut memiliki cara pandang yang mengglobal, hal tersebut kemudian akan mempengaruhi gaya hidup dan prilaku seseorang secara massif. Inilah kemudian yang akan bermuara pada perubahan sosial terstrukur. Untuk itulah dalam kerangka Globalisasi, agenda Globalisasi selalu berbasis pada revolusi teknologi informasi sebagai dasar utama. Dalam hal ini, dampak yang kemudian muncul adalah terkikisnya nilai-niai atau internalisasi paham-paham nasionalisme dalam batas teritori negara, dirubah menjadi nilai-nilai dan internalisasi Global Minded. Fenomena jejaring sosial (Facebook, Twiter, YM, Blog, Friendster), bahkan fenomena pornografi di dunia maya termasuk kasus video mesum artis, adalah salah satu dampak kecil perubahan orientasi sosial yang merubah sikap, prilaku dan gaya hidup masyarakat, dan yang paling parah adalah perubahan sosial yang mengikis aspek moralitas masyarakat.
Terkikisnya nilai-nilai nasionalisme dalam konteks adanya batasan teritorial (negara), jelas akan menghambat perubahan sosial yang merujuk pada pendekatan Idealis atau Ideologi, karena pendekatan ideologi, merujuk pada analisa historis, misalnya benturan Komunis dan kapitalisme bahkan Agama, selalu dibatasi oleh teritori-teritori tertentu (negara dan kawasan regional). Ini artinya, pendekatan Idealis atau ideologi kalah massif dengan perubahan sosial yang menggunakan pendekatan Materialis. Pertarungan ideologi dalam arti sebenarnya (benturan Komunis, Sosialis, demokrasi, Kapitalisme dan Islam) justru akan di menangkan oleh pihak yang menguasai teknologi informasi, karena disana ada proses internalisasi, sosialisasi dan propaganda yang dampaknya sangat massif ( terutama Media/Pers). Bila merujuk pada tesisnya Fukuyama, The End Of Histori, pada akhirnya demokrasi dan sistem kapitalis-lah yang akan memenangkan “pertarungan”, yang akan mengglobal sehingga semua negara didunia ini akan “tunduk” dalam sistem itu. Analisa Fukuyama ini tidak lepas dari fenomena-fenomena perubahan sosial yang diakibatkan pada revolusi teknologi informasi sebagai pendukung utama agenda kapitalisasi dan Globalisasi.
Jika di runtut dari teori-teorinya Marx dari mulai perubahan sosial sebagai efek revolusi industri yang menghasilkan pertarungan antar kelas, antara kelas borjuis dan kelas buruh, sehingga akan membentuk masyarakat komunis. Kemudian analisa Marx mengenai masyarakat kapitalis industri, rasanya sangat wajar bila Marx seolah-olah menyadari bahwa revolusi industri akan melahirkan sistem sosial baru dimana masyarakat kapitalis menjadi perubahan sosial yang sangat besar. Hal tersebut kemudian dikembangkan oleh Veblen dalam merumuskan pendekatan Matrerialistisnya. Hal tersebut kemudian yang membuat Bell mengelompokan masyarakat menjadi tiga, Masyarakat Agraris, Masyarakat Industri dan Masyarakat Post Industri. Ini menjelaskan bahwa kesimpulan Marx mengenai akan terbentuknya masyarakat komunis menjadi terbantahkan dengan kemenangan masyarakat Industri dalam membentuk tatanan sosial baru yang kemudian dilanjutkan dengan masyarakat Post Industri (masyarakat Informasi Pasca Industri) yang akan membentuk tatanan atau perubahan sosial yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar