BERBAGI UNTUK SALING MENCERAHKAN..

Apakah dunia maya se-fana dunia nyata?
Berbagi untuk saling mencerahkan adalah salah satu tema besar sejauh mana kita memanfaatkan Revolusi Teknologi Informasi yang begitu berkembang pesat.
Salam..

Rabu, 28 Desember 2011

Alasan Klasik Pembangunan Mall

Rino Sundawa Putra

Rencana Pemerintah Kabupaten Ciamis dan Banjar yang akan membangun pusat perbelanjaan dibekas lahan Gedung Bioskop Pusaka (Radar edisi Rabu 16/11) menjadi ironi tersendiri bagi komitmen Pemerintah Kabupaten Ciamis yang ingin menggerakan roda ekonomi yang berbasis pada peningkatan sektor rill, dimana dalam pidato paripurna digaris bawahi mengenai kebijakan ekonomi yang bersifat pro poor dan pro growth. Hal ini jelas menimbulkan kesan tidak adanya konsistensi dari pemerintah mengenai apa yang terucap dan apa yang dilakukan.

Bila pemerintah Kabupaten Ciamis ingin mengedepankan kebijakan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kepentingan masyarakat menengah ke bawah (pro poor), rencana pembangunan Mall jelas menjadi hal yang sangat kontradiktif, karena akan terjadi benturan dua kepentingan ekonomi, yakni kepentingan pelaku ekonomi masyarakat kelas menengah kebawah (industri kecil, UMKM, perajin, home industry, pedagang kecil, pedagang eceran) dan kepentingan pelaku ekonomi raksasa yang padat modal (investor, korporasi, jaringan retail besar).

Dalam ilmu ekonomi, pasar merupakan arena kompetisi dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi, bila menguasai pasar maka akan menguasai sumber-sumber ekonomi. Itulah hukum ekonomi yang berlaku, apalagi bangsa kita sudah menganut sistem ekonomi kapitalis bahkan sudah bergeser pada sistem ekonomi neo-liberal dimana hukum alam yang terjadi adalah siapa yang memiliki modal, akses/jaringan, SDM dan media promosi yang kuat maka dialah yang akan memenangkan kompetisi ekonomi. Artinya, bila pemerintah masih “kekeuh” pada rencana pembangunan Mall maka secara tidak langung pemerintah memberi peluang kemenangan para pelaku ekonomi raksasa memenangi dan menguasai kompetisi ekonomi, dan dampaknya adalah tersingkirnya roda perekonomian kaum menengah kebawah karena tergilas hukum ekonomi kapitalis, dan lagi-lagi para pemilik modal kuatlah yang akan menjadi pemenang.

Bila persaingan ekonomi sudah dimenangkan oleh kaum pemilik modal, maka tidak akan terjadi sirkulasi ekonomi diwilayah Ciamis. Sirkulasi ekonomi adalah kunci bagi pemerataan pendapatan karena modal/keuntungan tidak terakumulasi pada satu kelompok, melainkan tersebar merata. Hal ini disebabkan karena basis utama para pelaku industri kecil, UMKM, perajin, home industry, pedagang kecil adalah masyarakat itu sendiri (sektor riil) dan logika ekonominya adalah modal/keuntungan ekonomi akan dibelanjakan kembali di daerah tersebut dengan proses transaksi jual beli yang terus berputar. Tapi bila kaum pemilik modal yang notabenenya berasal dari investor asing seperti Giant yang menguasai, maka akumulasi modal/keuntungan akan bertumpuk pada satu kelompok saja, dan lebih parahnya akumulasi modal/keuntungan akan dibawa keluar daerah, karena investasi modal mereka tidak hanya berada pada satu titik daerah, melainkan jaringan yang tersebar diberbagai daerah bahkan luar negeri. Ini mengakibatkan semakin lama perputaran uang disuatu daerah akan semakin kecil.

Kebijakan mengundang investor besar/asing untuk membangun pusat-pusat ekonomi (Mall) memang menjadi dilema tersendiri bagi kebanyakan daerah, apalagi bagi daerah yang miskin sumber daya alamnya. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), mendongkrak, menggeliatkan ekonomi dan perluasan lapangan pekerjaan menjadi alasan klasik mengapa daerah dengan mudah memberikan izin pembangunan Mall, apalagi sudah terjadi “perselingkuhan” antara politisi, pejabat dan pengusaha. Kebijakan yang sifatnya pragmatis tersebut memang berawal dari sempitnya paradigma atau pola pikir pemerintah daerah mengenai indikator pembangunan ekonomi wilayahnya. Kebanyakan pemerintah daerah selalu menjadikan investasi yang berwujud fisik seperti pembangunan Mall, Karaoke, tempat wisata, Kafe, Hotel sebagai indikator kemajuan ekonomi, padahal pembangunan sarana-sarana tersebut tidak mewakili kepentingan pelaku ekonomi masyarakat menengah ke bawah yang menjadi mayoritas. Secara makro dan mikro indikator tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kemajuan ekonomi suatu daearah.

Dalam konteks ekonomi politik, kegiatan ekonomi merupakan jalan untuk memahami kehendak masyarakat dengan menggunakan instrumen kebijakan pemerintah, maka sebaiknya pemerintah Ciamis berpikir ulang dan mengkaji ulang kembali mengenai rencana pembangunan Mall tersebut, jangan sampai rencana tersebut tidak seiring sejalan dengan aspirasi masyarakat, apalagi berbenturan dengan kehendak ekonomi masyarakat. Justru yang harus dipikirkan adalah bagaimana caranya pemerintah bisa memfasilitasi dan memperkuat baik modal, jaringan dan SDM para pelaku industri kecil, UMKM, perajin, home industry, pedagang kecil supaya bisa melakukan ekspansi pasar ke daerah lain atau bahkan negara lain dan bisa bersaing dengan pengusaha yang padat modal (Investor) mengingat Kabupaten Ciamis memiliki banyak produk-produk baik itu produk olahan makanan atau kerajinan yang dihasilkan oleh para pelaku industri kecil, UMKM, perajin, dan home industry.