BERBAGI UNTUK SALING MENCERAHKAN..

Apakah dunia maya se-fana dunia nyata?
Berbagi untuk saling mencerahkan adalah salah satu tema besar sejauh mana kita memanfaatkan Revolusi Teknologi Informasi yang begitu berkembang pesat.
Salam..

Selasa, 10 Januari 2012

Tasikmalaya Undercover


Oleh:
Rino Sundawa Putra

Penulis mengambil judul dari bukunya Moammar Emka yang menyoroti bagaimana kehidupan malam dan seks warga Jakarta khususnya kaum megapolitan kelas atas Jakarta. Kalau Moammar Emka dalam bukunya Jakarta Undercover mengangkat kelamnya gaya hidup sebagian warga Jakarta, dalam tulisan ini penulis mencoba mengangkat sebagian sisi kehidupan warga kota santri, Tasikmalaya.

Secara runtut sebetulnya penulis mengamati dan mengambil rangkaian-rangkaian ulasan pemberitaan media (Radar Tasikmalaya), kemudian menjadikannya sebagai kacamata dalam menggambarkan bagaimana sebetulnya slide show, rentetan-rentetan fakta yang terdokumentasikan oleh para kuli tinta. Masalah prostitusi, Miras, Judi, Narkoba, Karaoke merupakan rentetan fakta yang mewakili bagaimana sebetulnya ritme kehidupan sebagian warga kota Santri ini.

Investigasi wartawan telah memberikan informasi kepada kita mengenai segmentasi-segmentasi bisnis esek-esek di kota santri ini, ada kelas mahasiswa, kelas emperan, dari mulai puluhan ribu hingga ratusan ribu, apakah kita harus menutup mata dan pura-pura tidak tahu ramainya kawasan-kawasan tertentu yang menjadi etalase kehidupan malam kota Tasikmalaya yang menjajakan para pekerja malam. berita terakhir mewartakan seorang perempuan berstatus pelajar di kota Tasikmalaya, rela menjual dirinya dengan tarif ratusan ribu karena alasan ekonomi.

Miras juga menjadi salah satu masalah sosial yang hingga hari ini beritanya masih muat pada kolom-kolom surat kabar lokal. Ketika cukai/pajak minuman yang mengandung kadar alkohol dinaikan, peredaran miras bermerek yang punya lisensi lembaga penjamin keamanan produk langka dipasaran karena harganya yang terlalu tinggi, kini miras oplosan yang tidak jelas komposisinya menjadi primadona kawula muda, dampaknya, jumlah orang yang meninggal akibat over dosis miras semakin meningkat di kota yang katanya syarat akan makna religiusnya.

Dalam kolom Insiden Harian Radar Tasikmalaya, berita mengenai penangkapan para Bandar dan pemakai narkoba juga ramai menghiasai. Bahkan pada edisi selasa 13 Desember 2011, lima orang ditangkap karena kepemilikan sabu-sabu dan ganja. Terlepas dari prestasi jajaran Polresta Tasikmalaya mengungkap sindikat peredaran narkoba, penulis punya sudut pandang lain, bahwa kota santri ternyata menjadi pangsa pasar yang menguntungkan bagi bisnis yang merusak generasi muda ini.

Karaoke. mungkin karaoke masih bisa diperdebatkan unsur-unsur pelanggarannya, baik itu dalam konteks agama (maksiat atau tidak), atau unsur pendekatan yuridis formal (legal dan illegal). Tapi alangkah tidak representatifnya bila daerah yang berjuluk kota santri, menjamur tempat-tempat karaoke yang menjadi simbol gaya hidup kalangan-kalangan tertentu. Bahkan berita terakhir mewartakan seorang pengunjung karaoke ditangkap karena di indikasikan menggunakan narkoba dan miras . Hal ini membuktikan ada rangkaian domino yang ujungnya-ujungnya bermuara pada kegiatan yang mengeleminasi julukan Tasikmalaya sebagai kota santri. Seolah tidak ada komunikasi dan koordinasi yang baik antara tokoh-tokoh agama dan pemerintah kota perihal mudahnya pemerintah kota memberikan izin berdirinya karaoke, padahal salah satu pondasi terpilihnya H. Syarif Hidayat pada Pemilukada 2007 adalah tokoh-tokoh agama/ulama yang menjadi simpul-simpul kekuatan pendukung H. Syarif. Sangat kontradiktif!
Kemudian Judi. Bandar/pengepul judi togel sudah beberapa yang ditangkap, faktanya judi yang menggunakan undian angka ini masih marak. Judi togel menjadi ajang hiburan sekaligus fatamorgana meraup rupiah dengan mengandalkan keberuntungan dengan hitungan matematis rumus-rumus togel, masyarakat dibuai mimpi-mimpi kemenangan.

Masyarakat menjadi irasional, kehilangan akal sehat kalau tidak mau dibilang kehilangan iman, bayangkan hanya dengan menggunakan mimpi, shio dan rumus para penggemar judi togel seolah yakin, angka yang dipasangnya akan keluar. Dari pengamatan penulis, dan tanya jawab sederhana ala warung kopi dengan beberapa masyarakat, judi togel ini seolah menjadi lampu petromak yang mengumpulkann laron-laron hampir setiap wilayah ke RW-an. Setiap sore hingga malam hari, penggemar judi togel yang hampir sebagian besar dari kalangan bawah, tua, muda berbondong-bondong “ngarumus” dirumah pengepul togel, kemudian pengepul menyetorkan uang hasil taruhan togel ke pengepul level selanjutnya, secara hirarkis akan bermuara pada Bandar besar. Ini artinya, jaringan judi togel sudah menyebar hingga pelosok-pelosok ke-RWan. Bayangkan setiap hari berapa kerugian masyarakat kalau secara finansial diakumulasikan. Dari hasil tanya jawab tersebut didapat rata-rata seseorang mendapat kemenangan, disederhanakan bila satu orang dalam satu bulan mendapatkan kemenangan hanya dua kali, tapi dalam satu bulan itu dia memasang hampir tiap malam, bisa dibayangkan apakah seseorang itu akan mendapat keuntungan dari judi togel? Sekali lagi, masyarakat sudah kehilangan logika dan rasionalitasnya!

Masalah prostitusi, Miras, Judi, Narkoba, dan Karaoke ini adalah masalah klasik setiap daerah, tapi bila terjadi pada kota yang dipenuhi simbol-simbol religiusitas hal ini menjadi persoalan yang lain dan menjadi tanda tanya besar. Ini menandakan, kota Tasik sudah mulai kehilangan jati dirinya, tidak ada nilai-nilai yang dipegang teguh, yang ada hanyalah simbol-simbol, dan kita secara tidak sadar terjebak pada simbol-simbol tapi tak bermakna.

Ketika terbit buku Jakarta Undercover karya Moammar Emka, penulis tidak kaget melihat fakta kehidupan malam Jakarta, karena sebagai Pusat bisnis, dihuni oleh berbagai kalangan, pusat perputaran uang, tempat beroperasinya bermacam jenis industri (khususnya industri hiburan, film dan musik), sudah menjadi konsekuensi akan timbulnya gaya hidup penuh glamor, hedonis yang dituturkan Moemar Emka dalam bukunya. Tapi ketika berbicara Kota Santri, kota yang memiliki akar history dan tradisi keagamaan yang kental, budaya nyantri yang kuat, geliat ekonomi yang biasa-biasa saja, apalagi sudah dikukuhkan dengan predikat kota Santri dan dilegitimasi Perda bernuansa religius/Tata Nilai, maka sebagian orang mungkin akan mengernyitkan dahi ketika memperoleh fakta adanya gejala-gejala yang terjadi di kota-kota besar atau kota metropolitan.

Sebagai daerah yang menyandang gelar kota Santri, pendekatan teologis dalam menyikapi masalah ini terletak pada bagaimana agama memberikan nilai pada suatu perbuatan, maksiat adalah nilai bagi perbuatan-perbuatan itu, dan Al-Quran telah menjabarkan dengan jelas, bagaimana bila suatu kaum terus-menerus berkubang dalam kegiatan maksiat. Artinya, persoalan prostitusi, Miras, Judi, Narkoba, Karaoke di kota Tasikmalaya adalah api dalam sekam yang terus membara dalam sunyi, tapi setiap waktu bisa membakar habis predikat para inohong-inohong yang gelarnya menjadi bagian hirarkis terciptanya julukan Kota Santri, entah itu Pesantren, Ulama, politisi, Pejabat, anggota Dewan, partai Islam.

Penulis pikir, ketika semua kalangan inohong-inohong yang predikatnya menjadi bagian hirarkis terciptanya gelar kota santri asyik mengidentifikasikan dirinya sebagai kaum elit yang ritme kerjanya dari ruangan ke ruangan, pertemuan ke pertemuan yang sifatnya elitis, tanpa mau membasis pada persoalan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, tidak turun gunung menuju rimba raya kehidupan sosial masyarakat Tasikmalaya, maka sampai kapanpun para inohong-inohong ini tidak akan bisa menyelesaikan atau bahkan meminimalisir masalah-masalah kemaksiatan, karena mereka tidak bisa mengetahui apa sebetulnya akar masalah yang terjadi, sehingga fenomena kemaksiatan marak terjadi. Kepekaan sosial dibentuk dengan cara merasakan masalah, dan merasakan masalah didapat dengan cara berbaur, tidak menciptakan jarak antara kelompok elit dengan akar rumput. Masalah tidak bisa diselsesaikan diatas meja, dengan menggunakan kertas, catatan dan tinta. Tidak adanya jarak elite dengan umat, elite dengan masyarakat adalah salah satu kunci bagaimana mengidentifikasikan masalah, memetakannya, mencari jalan keluarnya dan menyeleseaikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar